Lapsus Kunjungan Aljazair: <br> MEMBANGUN KERJASAMA BIDANG PENDIDIKAN




Aljazair (27/01). Setelah terbang kurang lebih 18 jam dengan Emirates, rombongan Kementerian Agama akhirnya mendarat di Bandara Algier pada hari Jumat, 24 Januari 2014 pk. 13:30 waktu setempat (19:30 WIB), setelah sebelumnya transit selama 2 jam di Dubai. Rombongan terdiri atas pejabat Kemenag: Direktur Pendidikan Tinggi Islam Prof Dr. Dede Rosyada dan Karo HKLN Prof Gunaryo ditemani Dr. Mastuki HS (Kasubdit Kelembagaan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam) dan Drs. Agus Sholeh, MA (Kabag Kerjasama HKLN). Kemenag juga mengajak 6 Rektor UIN/IAIN yakni Prof Dr Mudjia Rahardjo (UIN Malang), Prof Dr A Fadhil Lubis (IAIN Medan), Prof Aflatun Muchtar (IAIN Palembang), Prof Dr Muhibbin (IAIN Semarang), Prof Dr A Qadir Gasing (UIN Makassar), dan Dr Jamhari (UIN Jakarta). Turut serta dalam rombongan yakni Ketua PWNU Jawa Tengah, Dr. Abu Hafsin dan perwakilan Muhammadiyah, Dr. Imam ad-Daruqutni.

Rombongan berencana berada di Aljazair selama 7 hari untuk melakukan kunjungan penjajakan kerjasama pendidikan tinggi Islam antara Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset Algier. Penjajakan ini dimaksudkan untuk mengkonkritkan bentuk kerjasama pendidikan yang diinisiasi oleh Dubes Indonesia untuk Algier, Ahmad Niam Salim. Niam Salim merupakan alumni IAIN Yogyakarta dan aktivis Partai Kebangkitan Bangsa serta mantan pengurus PP GP Ansor mengatakan dalam sambutan jamuan makan malam di Wisma Indonesia bahwa masyarakat Aljazair sebenarnya sangat respek terhadap Indonesia. Namun, Indonesia belum memainkan peran yang signifikan di negara teluk Mediterranea ini. Dalam bidang pendidikan, perdagangan, dan perekonomian, Indonesia kalah jauh dengan Cina yang dapat dikatakan ’sahabat dekat’ Aljazair. "Padahal masyarakat di sini sangat mengenal Indonesia. Secara politis mereka anti Amerika dan atau negara kapitalis lain. Mereka tidak mau diintervensi oleh negara-negara manapun", katanya. Kondisi ini seharusnya menjadi peluang bagi Indonesia untuk memainkan peran lebih besar karena kedua negara memiliki banyak kesamaan terutama dalam hal keislaman moderat dan kesamaan agama.

Penjajakan kerjasama pedidikan tinggi Islam merupakan pintu pembuka untuk mengenal lebih luas pendidikan Islam di kedua negara untuk kolaborasi yang setara dan produktif di masa yang akan datang. Seperti disampaikan pimpinan tertinggi Dewan Tinggi Islam Aljazair, kerjasama ini perlu dibangun karena Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dan perkembangan Islam yang sangat dinamis dibandingkan dengan dunia Islam lainnya. "Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia dapat dijadikan rujukan bagi negara seperti Aljazair yang belum mengalami perkembangan seperti Indonesia", tegas beliau.

Kerjasama kultural dan keilmuan menjadi hal penting dikembangkan untuk sinergi Indonesia-Aljazair. Hal ini muncul dalam pertemuan pertama rombongan Kementerian Agama dengan Dewan Tinggi Islam, lembaga yang langsung di bawah dan diangkat oleh Presiden Aljazair. Secara kultural dan keilmuan antara kedua negara memiliki kelebihan yang bisa disinergikan. Bahasa Arab menjadi kekuatan yang penting di Algier, di samping bahasa Perancis. Perguruan tinggi di Algier memiliki fakultas agama yang kuat dalam kajian agama ini, bidang al-Quran maupun syariah. Selama ini, menurut informasi Zainal Ariffien Mustafa, staf KBRI Algier, belum banyak mahasiswa Indonesia yang mengambil studi di Aljazair. Dibandingkan dengan Maroko dan Tunisia yang merupakan negara tetangga, Aljazair relatif tertinggal dalam kerjasama ini apakah dalam bentuk pengiriman dan pertukaran pelajar/mahasiswa atau dosen, apalagi dalam bentuk lain seperti penelitian, penerbitan, dan lain-lain.

Sebagai negara Afrika yang pernah dijajah oleh Perancis, seperti halnya Maroko, Aljazair sebenarnya memiliki kultur modern dan dapat dijadikan destinasi baru bagi mahasiswa/pelajar dan dosen untuk belajar budaya dan bahasa Arab, juga Perancis, secara bersama-sama. Karena itu, Kemenag menginisiasi kerjasama ini untuk saling belajar dan mengisi antar kedua negara.

Rombongan akan berkunjung ke beberapa universitas di Algier, Adrar, dan Constantine guna melihat secara dekat bagaimana kondisi universitas di wilayah tersebut. Delegasi Indonesia juga mengunjungi Kementerian Agama dan Awqaf, Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset, dan pesantren Syekh Ad-Dibagi di Propinsi Adrar. Rombongan akan kembali ke Jakarta tanggal 29 Januari 2014. [] mastuki

oleh admin-dev | Edisi Tanggal: 28-01-2014 Jam: 10:11:25 | dilihat: 1465 kali