Momentum Akselerasi Hak Paten di PTKI




Jakarta - Berdasarkan data Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) per Januari ‎‎2020, telah terbit 7.198 sertifikat hak kekayaan Intelektual dosen PTKI seluruh Indonesia. ‎Jumlah itu jauh melesat naik dari tahun 2019 yang hanya 1.637 sertifikat. Dari total 7.198 ‎sertifikat itu hanya ada dua hak paten, sementara yang lainnya hak cipta. ‎

Direktur PTKI, Prof. Dr. Arskal Salim, M.A. memandang bahwa sudah saatnya hak paten untuk ‎didorong dan dipercepat proses pendaftarannya lebih banyak lagi ke lembaga resmi milik ‎negara. Pada tanggal 25 Juni 2020, melalui surat bernomor B-1138.1/DJ.I/Dt.I.III/TL.00/06/2020 ‎Arskal telah meminta kepada pimpinan PTKI agar segera akselerasi hak paten dan ‎kemanfaatannya. ‎

Pada tahun 2020, sebelum peristiwa pandemik COVID-19 ini, Direktorat Jenderal Pendidikan ‎Islam juga memberikan bantuan khusus untuk para peneliti yang outputnya hak paten, yaitu ‎terdapat 10 penelitian multiyears (tahun jamak). Sayangnya, penelitian yang akan dibiayai dari ‎bantuan dana BOPTN Penelitian harus tertunda tahun 2021. Namun begitu, segala upaya ‎percepatan dan dorongan kepada hak paten di PTKI tidak harus berhenti total. ‎

Atas dorongan tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI melalui ‎Direktotrat PTKI, Sub Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat menggelar ‎Tadarus Litabdimas ke-12 dengan tema Inovasi PTKI dan Hak Paten, Selasa (21/7).‎

Forum diskusi yang dimoderatori oleh Kasi Penelitian dan Pengelolaan Hak Kekayaan ‎Intelektual, Dr. Mahrus MA, ini dihadiri sejumlah narasumber diantaranya adalah Direktur ‎Paten, DTLST, dan Rahasia Dagang Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI Dra. Dede ‎Mia Yusanti, M.L.S, Peneliti Fakultas Saintek UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Ir. Elpawati ‎M.P, Peneliti UIN Sunan Gunung Jati Bandung Dr. Hasniah Aliah, M.Si., dan Pembahas diskusi ‎online ini dari Ketua LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. Jajang Jahroni, M.A., Ph.D. ‎

Kedua peneliti dari kampus tersebut telah memperoleh sertifikat paten dari Kemenkumham ‎dengan invensi (temuan) yang berbeda. Elpawati tercatat sertifikatnya pada tanggal 24 April ‎‎2018 dengan judul invensi “Komposisi Bahan Penghancur Sampah Organik dan Proses ‎Pembuatannya”. Berbeda dengan Elpawati, invensi Hasniah Aliah dan Tim LIPI berjudul, “Poses ‎Pembuatan Material Grafit Berbasis Serat Kapas”, tercatat pada tanggal 17 September 2019. ‎Kedua inventor ini masih belum melakukan tahapan berikutnya yaitu pabrikasi atau ‎komersialisasi dalam dunia industri. ‎

Kasubdit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Dr. Suwendi, M.Ag mengatakan, kondisi hak ‎paten di beberapa perguruan tinggi keagamaan Islam perlu ditingkatkan. Untuk itu, ia ‎mendorong dan berupaya memfasilitasi kampus-kampus agar terus melahirkan riset yang ‎bonafit serta mampu mencapai hak paten.‎

‎"Untuk memaksimalkan paten, hemat saya, kita harus bersinergi dengan beberapa pihak, ‎dengan rumus ABCG. A artinya Akademisi. B (Bisnis), perusahaan yang bergerak di bisnis ‎menjadi bagian dan bersinergi dengan kita. C (Customer) mana yang kita bidik, dan G ‎‎(government) pemerintah termasuk daerah dan pusat bisa memanfaatkan paten yang sudah ‎dihasilkan itu," terang Suwendi dalam sambutannya, Selasa (21/7). ‎

Pernyataan Suwendi pun disambut baik oleh Dede Mia Yusanti, yang membidangi Hak Paten, ‎DTLST, dan Rahasia Dagang Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI. Ia mengatakan siap ‎mengawal permohonan dan kelancaran kampus PTKI dalam memproses hak paten, dengan ‎syarat pimpinan kampus harus memiliki komitmen yang sama.‎

‎"Saya melihat pengalaman dari perguruan tinggi di Indonesia, kita berupaya membantu ‎mereka, maka komitmen pimpinan itu adalah nomor satu. Kalau pimpinan punya komitmen, itu ‎akan memperlancar permohonannya. Kegiatan hari ini menjadi momentum PTKIN maju dan ‎pertama menjadikan hak paten yang meningkat, jangan kalah dengan perguruan tinggi yang ‎lainnya, kita berpikir bahwa hilirisasi adalah hal penting terkait kekayaan intelektual," ujar ‎Dede Mia Yusanti.‎

Senada dengan Dede, Peneliti dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Elpawati ‎mengungkapkan bahwa produk riset PTKI yang didaftarkan Hak Paten harus bernilai ekonomis, ‎agar bisa dikomersilkan dan memakmurkan inventor ataupun lembaga perguruan tingginya.‎

‎"Saya berharap akan tercipta produk unggulan dosen di bawah PTKI ini dipatenkan, saya juga ‎berharap banget hasil yang dipatenkan adalah produk yang bisa dijual, dan bisa memakmurkan ‎kita semua secara keseluruhan. Ini membangunkan institusi, jika bisa dipasarkan," ujar ‎Elpawati.‎

Ketua LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jajang Jahroni menambahkan, bahwa persoalan ‎hak paten memang bukan sekadar kegiatan mendaftarkan karya inovasi lembaga ke negara ‎agar mendapatkan hak perlindungan saja. Lebih jauh, Jajang mengungkapkan bahwa hak paten ‎sangat berkaitan dengan politik pengetahuan. Untuk itu, ia menekankan agar lembaga kampus ‎terbuka untuk mendaftarkan hak paten karyanya.‎

‎"Paten ini bukan sekadar orang mendaftarkan karya inovasinya ke negara lalu dapat sertifikat ‎dan royalty, tapi ini berkaitan dengan politik pengetahuan," imbuhnya.‎

Sementara itu, Dr. Hasniah Aliah peneliti dari UIN Sunan Gunung Jati Bandung mengatakan, hak ‎paten sangat penting dimiliki para inventor terutama yang bernaung di lembaga perguruan ‎tinggi. Dari karya yang dipatenkan ini, Hasniah mengatakan ada nilai tambah dari sisi riset ‎yang dihasilkan dan kualitas tenaga peneliti. Hal ini tentu berdampak baik bagi pihak kampus ‎khususnya.‎

‎"Riset setelah selesai kita lakukan, maka tanggung jawab secara ilmiah dalam bentuk laporan ‎keilmuan dan menguruskan hak atas karya cipta yang sudah banyak kita lakukan, tapi kajian ‎mengurus hak paten ini. Di sini perlu kita gambarkan publikasi ilmiahnya, outcome riset ini ‎mungkin ada nilai tambah yang dihasilkan untuk peningkatan karya kita sebagai dosen," ujar ‎Hasniah.‎

Pada saat merespon pertanyaan peserta webinar, Ibu Dede Direktur Paten menegaskan, ‎bahwa paten, merek dan Hak cipta itu berbeda.‎

‎"Apabila untuk pengajuan hak paten bidang sosial agama bisa saja, misalnya tentang teknologi ‎arah kiblat. Sebab, paten itu terkait teknologi. Kalau hak cipta, tanpa didaftarkan juga sudah ‎terlindungi. Adapun merek dagang, memang harus didaftarkan, tetapi bukan hak paten. Secara ‎teknis buka web kemenkumham bagian hak paten", ungkap lebih lanjut Direktur Paten.‎

oleh admin-dev | Edisi Tanggal: 22-07-2020 Jam: 08:20:01 | dilihat: 765 kali