Menuju Perguruan Tinggi yang Berkualitas (Sebuah Kajian kecil tentang kebijakan BKT, UKT, dan BOPTN)




By Siti Sakdiyah

Kita menyadari bahwa perguruan tinggi mesti berbenah untuk dapat berkontribusi lebih signifikan pada pembangunan. Sebagai salah satu pilar penting dari the Triple Helix (Intellectuals, Business, and Government ) idealnya perguruan tinggi yang berkualitas dituntut tidak hanya menghasilkan lulusan yang cerdas tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat . Di sisi lain pemerataan pendidikan ke semua kalangan masyarakat tidak kalah penting untuk dilakukan. Peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) menjadi salah satu indikator keberhasilan Perguruan tinggi dalam meningkatkan akses pendidikan kepada masyarakat.

Sebagai upaya menjawab permasalahan pengembangan dan pemerataan pendidikan tinggi ini pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan. Sebut saja misalnya, kebijakan Bantuan Operasional Pendidikan Tinggi Negeri (BOPTN). Kebijakan yang diusung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini dikeluarkan pada tanggal 27 Juli tahun 2012. Kebijakan ini tertuang dalam Permendikbud nomer 58 tahun 2012 tentang Bantuan Operasional Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Kemudian kebijakan ini juga dipayungi ke dalam Undang-undang nomer 12 tahun 2012 yang keluar pada 10 Agustus 2012 tentang pendidikan tinggi.

Problematika seputar BKT, UKT dan BOPTN

Ketika berbicara BOPTN maka mau tidak mau kita harus mengkaitkannya dengan Biaya Kuliah Tunggal, dan Uang Kuliah Tunggal. Biaya Kuliah Tunggal sendiri merupakan keseluruhan biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi di perguruan tinggi negeri. Sementara Uang Kuliah tunggal adalah sebagian biaya kuliah tunggal yangditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Uang kuliah tunggal ini ditetapkan berdasarkan biaya kuliah tunggal dikurangi biaya yang ditanggung oleh Pemerintah. (Permendikbud nomer 55 tahun 2012, pasal 1).

Dengan adanya uang kuliah tunggal ini maka tidak ada tarikan lain yang dibayar oleh mahasiswa, dan pembayaran uang kuliah tunggal dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa. Untuk itu BOPTN dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk meringankan beban mahasiswa terhadap pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan standar pelayanan minimum, dengan demikian Pemerintah menetapkan tidak ada kenaikan uang kuliah dan menggunakan uang kuliah tunggal (permendikbud nomer 58 tahun 2012 tentang BOPT).

Namun demikian, ada beberapa problematika di sekitar BOPTN ini: Pertama, idealnya Biaya Kuliah Tunggal harus berangkat dari data unit cost yang harus di bayar oleh mahasiswa, kenyataannya di lapangan, perguruan tinggi belum menghitung unit cost mereka secara komprehensif. Ditambah lagi pola penghitungannya pun tidak baku yang dapat dijadikan acuan nasional. Dengan kata lain pola penghitungan unit cost masing-masing perguruan tinggi berbeda. Dengan demikian data tersebut tidak bisa dijadikan gambaran kebutuhan pembiayaan pendidikan secara nasional.

Kedua, belum ada kesadaran yang sama antara pemerintah dengan penyelenggara perguruan tinggi negeri bahwa spirit BOPTN adalah mengurangi beban mahasiswa terhadap tingginya biaya kuliah. Sehingga BOPTN belum dirasakan manfaatnya oleh mahasiswa karena penggunaan dana tersebut yang kurang tepat sasaran.

Ketiga, Pemerintah sendiri – dalam hal ini kementerian keuangan – belum meng-cover seluruh kebutuhan yang diperlukan oleh PTAIN, yang terjadi selama ini kemenkeu masih berpegang pada pagu anggaran yang sudah ditetapkan (pemenuhan anggarannya masih setengah-setengah)

Keempat, kriteria penentuan mahasiswa yang membayar UKT dengan kategori tertentu belum dibuatkan rambu-rambunya secara jelas.

Kelima, dengan diberlakukan UKT ini menyebabkan pemasukan perguruan tinggi menjadi berkurang, dana BOPTN yang dijadikan pengganti ternyata penggunaannya terikat pada 12 item yang tercantum pada permendikbud nomer 58 tahun 2012 tentang BOPTN yang diubah oleh permendikbud nomer 4 tahun 2013. Implikasinya perguruan tinggi terbatas (tidak leluasa) melakukan pengembangan perguruan tinggi.

Solusi yang ditawarkan

Untuk menjawab berbagai problematika di atas, kami ingin urun rebuk dengan mengajukan beberapa solusi. Pertama, Kementerian perlu memfasilitasi penghitungan unit cost masing-masing perguruan tinggi, dengan rumusan dan veriable yang sama. Sehingga unit cost nasional akan didapatkan. Unit cost ini dapat dijadikan ‘babon’ penghitungan berbagai kebutuhan yang perguruan tinggi baik untuk operasional maupun untuk pengembangan. Kedua, perlu ada pengawasan yang ketat terhadap dana BOPTN ini, dimulai dari perencanaan, sampai pada pelaksanaannya. Ketiga, kementerian perlu membuat petunjuk teknis penentuan kategorisasi kriteria mahasiswa pembayaran uang kuliah tunggal pada kelompok tertentu. Dengan demikian tidak lagi ditemukan kerancuan di lapangan. Keempat, fleksibelitas penggunaan dana BOPTN perlu diperlonggar selama masih dalam koridor pengembangan perguruan tinggi dan masih akuntabel.

BKT, UKT dan BOPTN pada konteks PTAIN

Harus jujur diakui bahwa Kementerian Agama, dalam hal ini Ditjen Pendis, terlambat menetapkan Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal. Namun demikian ada banyak hal yang sudah dilakukan oleh Ditjen Pendis melalui Direktorat Pendidikan Tinggi Islam. Pertama, DIKTIS telah menginisiasi penghitungan unit cost secara massive di 53 PTAIN. Untuk mempermudah penghitungannya DIKTIS bersama PTAIN telah membuat aplikasi berbasis web dan on line. Dengan data unit cost ini akan ditemukan Biaya Kuliah Tunggal masing-masing perguruan Tinggi Per Program Studi secara akurat. Kedua, DIKTIS telah membuatkan rumusan yang proporsional pembagian dana bantuan BOPTN. Rumus tersebut tetap mengadopsi dari rumusan yang telah dibuat oleh Kemendikbud dengan dilakukan beberapa penyesuaian berdasarkan karakteristik PTAIN. Ketiga, DIKTIS bersama – sama PTAIN telah merumuskan petunjuk teknis penggunaan dana BOPTN tersebut secara rigit dengan tetap mengacu pada permendikbud nomer 58 tahun 2012 tentang BOPTN dan permendikbud nomer 4 tahun 2013 tentang perubahannya.

Last but not least, Pemerintah dan masyarakat harus ada kesadaran bersama bahwa permasalahan pendidikan merupakan tanggungjawab bersama. Kebijakan BKT, UKT dan BOPTN hendaknya dijadikan tonggak awal usaha bersama mengejar ketertinggalan bangsa ini di bidang pendidikan. Bukankah cita-cita the founding father negeri ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa? Bukankah kita tahu bahwa bangsa ini punya potensi yang besar yang harus kita kelola untuk kesejahteraan rakyat?. Mari bersatu demi kemajuan pendidikan kita.

oleh admin-dev | Edisi Tanggal: 16-12-2013 Jam: 11:36:05 | dilihat: 4333 kali