BERBAUR DALAM PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS SOESSA TUNISIA




Tunisia (10/2015). Suatu ketika, kami bertemu Kajur Bahasa Arab, Dr. Soubhi Ba’zawi. Kamipun dipersilahkan mengikuti kuliahnya. Sebab saat itu, beliau sedang memberi kuliah tentang Linguistik Arab, tepatnya Syntax (nahwu).

Beliau menyambut kami dengan hangat dan bahkan memperkenalkan kami kepada para mahasiswanya. Di papan tulis, saya membaca materi kuliah tentang pembagian kalimah (kata) dalam bahasa Arab yang terdiri dari Isim (kata benda), Fi’il (kata kerja) dan Huruf (kata penghubung). Saya menduga, Dr. Moncev sedang membahas ilmu nahwu dasar seperti yang saya saksikan di pesantren atau kampus di Indonesia. Paling-paling, hanya membahas seputar makna isim, fiil dan huruf, atau definisi dan contoh-contohnya dalam ungkapan lisan maupun tulisan.

Ternyata, tidak. Beliau membahas filsafat dan sejarah klasifikasi kata: mengapa dibagi menjadi 3 bagian? Apa yang melatarbelakanginya? Siapa saja tokoh-tokohnya? Dan banyak lagi. Beliau juga menyinggung tentang Nahwu Qadim, Nahwu Yunani ala Plato dan muridnya, Aristoteles. Tak hanya itu, beliau juga membandingkannya dengan klasifikasi kalimah menurut ulama muslim sejak Khalil bin Ahmad al-Farahidi dengan al-‘Ain-nya, lalu Sibawaihin dengan al-Kitab-nya, Ibnu Jinni dengan al-Khashais-nya, semua dibahas tuntas tentang klasifikasi kata hingga secara khusus merujuk kitab al-Mufashshal karya Zamakhsyari dan Syarah al-Mufashshal karya Ibnu Yaais, linguis abad ke-5 hijriyah yang dinilai berani membuat gebrakan baru tentang klasifikasi kata yang ia bagi menjadi 4 bagian: isim, fi’il, huruf, dan musytarak.

Tak lama kami berada di kelas Dr. Soubhi Ba’zawi, hanya sekitar 40 menit. Namun, kami telah mendapat banyak faidah dari kuliah beliau yang begitu berkualitas. Dari situ, tampak sekali bahwa beliau memang sosok yang kutu buku. Beberapa buku terkait materi yang disampaikan, telah dibaca dan dipelajari secara seksama. Buktinya, saat beliau membahas sebuah kontroversi antara madzhab Kufah dan Basrah tentang jumlah ismiah dan fi’liyah, penjelasannya diperkuat dengan buku yang lalu beliau keluarkan dari dalam tasnya untuk membuktikan dalil-dalil yang beliau paparkan.

Di akhir sesi, Dr. Soubhi Ba’zawi meminta 2 mahasiswa yang bersedia menyampaikan materi selanjutnya pada sesi kuliah minggu depan. Jadi, tampaknya, kuliah tersebut diawali paparan oleh 2 mahasiswa. Setelah rampung, baru sang dosen menjelaskan materi tersebut.

Satu hal yang menurut saya menjadi kelemahan dari sistem kuliah di Jurusan Bahasa Arab Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Soessa Tunisia ini. Yakni, metode yang diterapkan dosen masih “Teacher Centris”, berpusat pada dosen. Posisi dosen masih sebagai sumber ilmu, tidak sebagai fasilitator. Buktinya, sepanjang proses perkuliahan, metode yang digunakan dosen hanya ceramah, tidak ada kesempatan bagi mahasiswa untuk bertanya. Saya juga melihat para mahasiswa di kelas, hanya mencatat dan ‘tidak berani’ untuk bertanya apalagi berdebat. Oleh sebab itu, dari aspek ini, saya melihat kontradiksi antara kebebasan berekspresi dalam kehidupan sehari-hari dan berekspresi dalam mengikuti kuliah.

Kami berkesimpulan bahwa studi sastra dan linguistik Arab di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Soessa Tunisia, perkembangannya sangat pesat, kajiannya luas, dosennya berkompetensi dan mahasiswanya sangat luar biasa. Meski, strategi pembelajaran yang ada masih ‘Teacher Centris’ sebagaimana kebanyakan kampus-kampus di negara-negara Arab dan Timur Tengah. [Taufiq]

oleh admin-dev | Edisi Tanggal: 27-10-2015 Jam: 18:12:48 | dilihat: 882 kali