Dirjen Pendis : Pentingnya Relevansi Program PTKI dan Kebutuhan Masyarakat




Jakarta (17/11) Tantangan fundamental Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) adalah persoalan relevansi antara program studi dengan kebutuhan masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan semakin mendesak. “Ada beberapa prodi umum yang tidak tersedia di PTKI, namun menjadi kebutuhan masyarakat”, demikian disampaikan Prof. Dr. Phil Kamaruddin Amin, Direktur Jenderal Pendidikan Islam dalam sesi presentasi panel perdana pada acara Lokakarya Nasional yang diadakan oleh Supporting Islamic Leadership In Indonesia/Local Leadership for Development (SILE/LLD). Acara ini dihelat bekerjasama dengan Diktis dengan tema “Pemberdayaan Masyarakat untuk Mendorong Terwujudnya Tata Kelola Demokratis melalui Kemitraan antara Universitas dengan Para Pemangku Kepentingan”.

Dalam paparan Dirjen, PTKI dituntut untuk responsive terhadap persoalan kemasyarakatan sehingga eksistensinya semakin dibutuhkan untuk menjawab masalah kontekstual. “Peran PTKI adalah menawarkan solusi terhadap persoalan kemasyarakatan melalui pendekatan kemitraan sehingga partisipasi semua pihak menjadi sebuah keniscayaan” ungkap Guru Besar UIN Alaudiin Makassar itu.

Di sela-sela pemaparannya, Dirjen menyampaikan bahwa melalui kerjasama SILE dengan dua UIN yang terpilih yaitu UIN Alauddin Makassar dan UIN Sunan Ampel Surabaya, menjadi kekuatan besar dalam peningkatan kualitas PTKI khusunya untuk bidang community engagement. “Hal ini menjadi percontohan dalam pengembangan kemitraan masyarakat untuk seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Tentu, tidak hanya dilingkungan PTKI tapi juga menjadi leading bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia”, tegas Dirjen.

“Dua kampus ini telah melaksanakan berbagai metodologi dan teknik pendekatan pemberdayaan masyarakat sehingga mampu menjadi leading university di perguruan tinggi seluruh Indonesia” tambah Dirjen.

Paradigma Baru Kemitraan Universitas

Sementara itu, Prof. Dr. Paulina Pannen, mengungkapkan bahwa perguruan tinggi dalam mengembangkan pemberdayaan masyarakat butuh lebih banyak inovasi yang dihasilkan dari penelitian. “Karena itu, penting untuk meningkatkan basic skill yang dimiliki oleh perguruan tinggi dalam menghasilkan lulusan yang terampil dalam penguasaan bahasa internasional dan Informasi teknologi”, ungkap staf ahli Menteri Riset dan Teknologi itu.

“Produktifitas perguruan tinggi dapat dilihat dari seberapa banyak inovasi yang dihasilkan. Indikatornya adalah penelitian dan pemberdayaan masyarakat yang selanjutnya dipublikasikan”, tambah Paulina.

Presentasi panel perdana kemudian dilanjutkan dengan menampilkan testimoni dari Dr. Fathony Hasyim, Ketua LP2M UIN Sunan Ampel Surabaya. Fathoni menyampaikan hasil pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang digerakkan komunitas berbasis asset dengan mengandalkan kerjasama setara antara berbagai pihak dibeberapa lokasi di Surabaya. “Pengelolaan Pengabdian Masyarakat di PTKI melalui kemitraan Universitas dan Masyarakat sudah semakin maju dengan mengadaptasi berbagai metodologi dan model-model pendekatan seperti Service Learning, Asset-Based Community-Driven Development (ABCD) dan Community Based Research (CBR)”, ungkap Fathony.

Pada sesi akhir panel perdana lokakarya nasional yang dipandu oleh Jarot Wahyudi tersebut, diberikan kesempatan kepada peserta dari LP2M, NGO dan wakil dari beberapa komunitas yang didominasi perwakilan dari UIN Alauddin Makassar dan UIN Sunan Ampel Surabaya untuk berbagi pengalaman dan bertanya kepada narasumber terkait peluang dan tantangan pemberdayaan masyarakat di wilayah masing-masing. (Zul).

oleh admin-dev | Edisi Tanggal: 19-11-2015 Jam: 17:40:30 | dilihat: 880 kali