Islam Indonesia Mewarnai Negeri Bunga Tulip




Leiden (Diktis, 16/11) – Pertemuan pertama peserta short course metodologi penelitian yang dikirim Direktorat Jenderal Pendidikan Islam ke Universiteit Leiden menemukan kesan bahwa Islam Indonesia telah banyak mewarnai di Negeri Tulip ini meski masih sebatas dalam kajian. Hal yang menonjol adalah banyaknya dokumen yang menginformasikan Islam Indonesia termasuk banyaknya manuskrip kuno yang “diamankan” pemerintah Belanda. Ada sejumlah 26.000 lebih naskah nusantara yang dirawat di negeri ini dan sebagian besar adalah naskah keislaman. “Kami wajib mengakses dokumen tersebut sebagai bahan pendukung disertasi,” kata Fatimatus Zahra, dosen UIN Sumatera Utara.

Dalam jamuan hospitality yang disambut langsung oleh Prof. Dr. Petra Sijpestain, Direktur LUCIS (Leiden University Centre for the Study of Islam and Society), ketika membincangkan tentang kajian manuskrip kuno, disampaikan bahwa para mahasiswa Indonesia ketika akan mengakses dokumen tersebut akan difasilitasi oleh Dr. Doris Jedamski, sang curator naskah.

Maka dari itu, pada sessi over view perpustakaan dan simulasi informasi riset ‘literature khusus’—begitulah mereka menyebut untuk dokumen manuskrip kuno—tersebut, Jedamski menghadirkan naskah-naskah yang semuanya adalah naskah keagamaan. Satu persatu, penanggung jawab naskah kuno tersebut menjelaskan. Seperti naskah pedoman shalat yang ditulis oleh pahlawan paderi, Imam Bonjol; Al-Quran tulis tangan dari Ambon dan Aceh; cerita gambar Pangeran Diponegoro, dan diagram mistik—diagram salah satu konsep tarikat nusantara.

Jedamski, yang mempunyai nama lengka Dr. Doris Jedamski, menyampaikan bahwa dalam perawatan naskah tersebut perlu kehati-hatian. Untuk itu, di awal-awal pertemuan beliau menginformasikan bahwa peserta tidak diperbolehkan untuk menyentuhnya. Penanggung jawab buku langka tersebut juga menyampaikan bahwa jika peserta ingin membuka halaman lainnya agar menginformasikannya kepadanya dan dialah yang akan memenuhi permintaan peserta.

Kajian-kajian keislaman dan keindonesiaan juga marak dilakukan. Pada tanggal 24 November 2015, diinformasikan bahwa KITLV akan menyelenggarakan seminar yang menghadirkan Prof. Dr. Mujiburrahman, MA, dosen IAIN Antasari Banjarmasin, dengan judul “Tensions around regulating places of worship in Indonesia.”

Suasana ke-Indonesiaan kentara di negara bunga tulip ini. Dalam suasana kesehariannya, masyarakat mengendarai sepeda kumbang, sepeda yang akrab mewarnai masyarakat Jogja dan sekitarnya. Orang tua, muda, dengan aneka profesi terlihat asyik ber-onthel ria. Suasana keindonesiaan juga menguat ketika melihat dinding bangunan yang dijadikan kantor KITLV tertulis aksara lontara (aksara lokal masyarakat bugis, Makassar) yang menginformasikan—kalau tidak salah— tentang kebanggaan bugis yang telah ‘mendunia’. Redaksi seperti ini: "polena pelele winru, tenre`kutuju mata, padanna sulisa" (kira terjemahannya: saya telah berkarya di penjuru dunia, namun belum kutemukan keindahan sebaik negeri ini").

Moment-moment penting akan makin memperkaya peserta Short Course ini. Secara marathon, di minggu ketiga dan keempat, peserta akan dilibatkan pada forum-forum akademik seperti seminar di lingkungan kampus. Short Course ini akan berlangsung selama 4 (empat) minggu dan akan berakhir pada tanggal 13 Desember 2015. Dari Netherland, kami melihat Nusantara.**aem**

oleh admin-dev | Edisi Tanggal: 17-11-2015 Jam: 03:14:03 | dilihat: 993 kali