Maryse Kruithof: “Write First, Edit Later”




Leiden (Diktis, 21/11) – Hari ini (Senin, 23/11) masuk hari pertama minggu kedua bagi peserta short course metodologi penelitian yang ditempatkan di Universitas Leiden. Sejak Jumat (21/11), peserta sudah memulai klinik riset di bawah mentor Maryse Kruithof. Marishe andalah peneliti pada LUCIS yang concern di bidang penelitian anthropologi. Riset yang membawanya mendapatkan gelar doktor dilakukan di Jogjakarta dengan fokus pada manuskrip di Jawa dengan judul “Shouting in a desert: Dutch Missionary Encounters With Javanese Islam, 1850-1920.” Di dalam pengantarnya pada pertemuan dengan delegasi Kementerian Agama, Marysa menyampaikan bahwa seorang peneliti harus selalu menulis. Gagasan yang ada di pikirannya harus bisa dituangkan tuntas dan hal itu biasanya mengalir. Maka dari itu, menurut pengalaman Doktor yang mirip pemeran Swann dalam film the Pirates of the Caribbean, agar membiarkan tangannya menerjemahkan gagasannya dalam tulisan dan jangan berhenti sampai gagasannya tertuangkan secara tuntas. “Write first, edit later,” begitu ia menjelaskannya dengan singkat. “Jika kemudian pikirannya sudah tidak kuasa mengartikulasikan dalam bahasa yang detail, buatlah bullet-bullet untuk mengerangkai logika tulisannya,”jelasnya lebih lanjut.

Problem umum peserta short couse riset memang masih berkutat pada penggunaan bahasa akademik-Inggris dalam bahasa tulisannya. Gagasan sudah baik, tapi penuangannya dalam bahasa tulisan—dalam bahasa Inggris tentunya—masih sulit dipahami pembaca. “Kamu selesaikan hal ini dengan Bronwyn,” ujar Marisya menasihati. Bronwyn adalah dosen pembimbing bahasa selama proses short course ini.

Pertemuan dengan Maryse memang singkat, namum membawa pesan untuk menambah semangat peserta, sehingga terlihat makin serius untuk mengikuti proses demi proses.

Di dalam minggu ini pula, peserta terlibat langsung di beberapa even seminar yang diselenggarakan oleh Universitas Leiden. Keterlibatan seminar pertama adalah pada seminar Camilla Adang, Professor di bidang Arabic and Islamic Studies at Tel Aviv University. Camila Adang memaparkan tentang pemikira huku Ibnu Hazm, dan hari Rabu (25/11) nanti akan memaparkan tentan pemikiran teologi Ibn Hazm. LUCIS menyelenggarakan seminar tentang Ibnu Hazm karena ingin menjelaskan kepada public bahwa pemikiran Ibnu Hazm ini mempunyai keunikan yang perlu ditelusuri lebih dalam.

Dalam minggu yang sama pula, LUCIS menghadirkan Asghar Seyed-Gohrab, seorang peneliti tentang kebudayaan Persia. Saat itu, Gohrab menyampaikan seminar tentang alasan kesediaan muslim menjadi martir dalam setiap perang. Peserta “dimanjakan” dengan hidangan-hidangan keilmuan yang inspiratif.

Hati-Hati dengan Plagiarisme, Self Plagiarisme

Pesan ini disampaikan ketika merespon usulan bahwa ketika sebuah bahan disertasi—misalkan satu chapter di dalamnya—dikirimkan ke sebuah jurnal, atau satu tulisan di kirimkan ke dua jurnal dan di muat ke dua-duanya, maka itu adalah self plagiarism. Bahkan, ketika sebuah tulisan ditulis dalam bahasa yang berbedapun, dan jika dipublikasikan kedua-duanya, maka itu adalah plagiarism. “Para peneliti akan dapat menemukannya, apalagi di zaman sekarang ini yang serba on line,” ujar Marisye menasihati. Doctor lulusan University Rotterdam tersebut mewanti-wanti betul bahwa plagiarisme, meski hanya satu paragraph, akan mencoreng sebuah hasil riset.

Pelibatan delegasi Kementerian Agama ini di even-even seperti itu diharapkan akan menjadi pengalaman yang kemudian bisa dikembangkan di perguruan tinggi masing-masing. ***aem***

oleh admin-dev | Edisi Tanggal: 24-11-2015 Jam: 04:18:14 | dilihat: 756 kali