Membumikan Perguruan Tinggi melalui Service-Learning




Service-learning (SL) adalah suatu pendekatan yang menyeimbangkan kegiatan pembelajaran di kelas dengan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memberikan pengalaman belajar yang pragmatis dan progresif bagi mahasiswa. Selain membuat mahasiswa memahami relevansi ilmu yang didapatnya di kampus dengan dunia nyata, SL akan menumbuhkan karakter, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, dan meningkatkan sensitivitas mahasiswa terhadap lingkungan sosialnya.

SL pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat, melalui Campus Compact, organisasi universitas di AS yang didirikan oleh para rektor Universitas Brown, Stanford and Georgetown pada tahun 1985, dan saat ini telah ini menjadi gerakan global di kampus-kampus dunia.

Dalam rangka memperkenalkan dan merumuskan nilai-nilai SL untuk dapat diadaptasi ke dalam kurikulum PTKI, SILE menyelenggarakan Seminar “Service Learning in Relation to the New Model of University-Community Engagement” pada 14-18 Maret 2014 di Surabaya. Seminar ini menghadirkan Marla Gaudet, Director of Internalization, St. Francis Xavier University - Canada yang telah sukses menakhodai program SL di kampusnya sejak 20 tahun yang lalu.

Difasilitasi oleh Nadhir Salahuddin, Project Officer SILE di UIN Sunan Ampel, serta Fatimah Husein, Ketua LPPM UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, peserta yang terdiri dari para pimpinan UIN Sunan Ampel, Ketua LPPM dan LPM, dosen-dosen praktisi service learning, LSM (Walhi dan Fitra), serta perwakilan dari DIKTIS, berjalan dengan dinamis dan partisipatif. Diskusi membahas banyak aspek dari mulai persinggungan SL dengan KKN-praktek kerja lapangan-voluntary work, manfaat yang didapatkan komunitas-universitas-mahasiswa, lembaga tempat program SL bernaung, model service yang disediakan kampus, sampai ke adaptasi SL ke dalam kurikulum.

Dalam presentasinya, Marla menyampaikan bahwa hal yang menjadi kata kunci SL adalah kemitraan, berbasis pada keinginan dan kebutuhan masyarakat, serta memprioritaskan pada kualitas. Berbeda dengan voluntary work yang cenderung berfokus pada service maupun praktek kerja lapangan yang cenderung ke arah learning, SL berfokus pada service sekaligus learning. Dari segi manfaat, SL memberikan manfaat secara seimbang baik kepada komunitas maupun universitas.

Untuk membedakan dengan program KKN yang telah berjalan di PTKI, Marla menjelaskan bahwa SL diterapkan pada level mata kuliah, bukan level fakultas atau universitas, sehingga SL sangat discipline specific. SL dilaksanakan oleh mahasiswa selama dua jam setiap minggu di komunitas yang disepakati, sepanjang semester berjalan. Komunitas tempat mahasiswa melaksanakan pelayanan juga biasanya berada di lingkungan yang dekat dengan kampus atau domisili si mahasiwa.

Di St. Francis Xavier University, SL dijalankan di beberapa mata kuliah yang ditentukan oleh kampus dan bersifat opsional bagi mahasiswa; mahasiwa boleh memilih antara menulis essay atau melaksanakan SL dan membuat catatan reflektif tentang SL yang telah dilaksanakan. Catatan reflektif ini bisa berisi laporan ataupun rekomendasi kepada universitas untuk program SL selanjutnya yang perlu dilaksanakan oleh mahasiswa tahun berikutnya, mengingat kemitraan universitas dan komunitas dalam SL bersifat jangka panjang.

Keberhasilan SL ditandai dengan tumbuhnya kepercayaan komunitas terhadap universitas, sehingga saat ini di Universitas St. Francis Xavier, komunitaslah yang datang ke universitas dan menyampaikan apa yang sebenarnya dibutuhkan. Hal ini lambat laun akan membuat keberadaan universitas terasa manfaatnya secara optimal oleh komunitas. Universitas tidak lagi menjadi menara gading. Universitas membumi.

Jalan masih panjang untuk membuktikan SL dapat diterapkan dengan baik dalam kultur pendidikan tinggi keagaamaan Islam di Indonesia. Namun mengingat Renstra Pendidikan Islam 2015-2019 menyatakan bahwa salah satu tujuan pendidikan Islam adalah peningkatan kualitas lulusan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan kehidupan masyarakat dan mampu berkompetisi baik di tingkat nasional dan internasional, maka SL berpeluang untuk dapat diadaptasi di PTKI untuk memperkuat mutu dan relevansi pendidikan tinggi keagamaan Islam. (rinirizki)

oleh admin-dev | Edisi Tanggal: 18-03-2016 Jam: 22:50:43 | dilihat: 1722 kali