PTAI SIAP MENDIRIKAN LEMBAGA AKREDITASI MANDIRI (LAM)




Yogyakarta, (Diktis, 29/09). Demikian kesimpulan hasil Rapat Penjaminan Mutu PTAI yang berlangsung di Hotel Jayakarta, Yogyakarta, 27-29 September 2013. Pertemuan selama tiga hari tersebut menghadirkan narasumber dari lembaga-lembaga terkait, antara lain Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), dan Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan. Sementara itu, peserta rapat terdiri dari para asesor agama BAN-PT dan beberapa ketua lembaga penjaminan mutu PTAI.

“Pendirian LAM Agama dinilai sangat mendesak karena merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang harus segera dilaksanakan,” demikian penegasan Dr. Purnama Gentur Sutapa dari Direktorat Pendidikan Tinggi Kemendikbud. Pasal 55 ayat (4) dan (5) Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa akreditasi program studi sebagai bentuk akuntabilitas publik dilakukan oleh lembaga akreditasi mandiri, sedangkan BAN-PT ke depan hanya akan melakukan akreditasi institusi.

Budi Djatmika dari APTISI sekaligus penggagas Lembaga Akreditasi Independen menyatakan, gagasan perlunya lembaga akreditasi mandiri pendidikan tinggi (LAM-PT) sebenarnya telah lama dan melalui perjuangan panjang. “Pemerintah harusnya menyadari bahwa kemampuan BAN-PT dari segi jumlah tenaga sangat terbatas untuk melakukan akreditasi program studi yang jumlahnya saat ini mencapai tidak kurang dari 19.000 prodi di seluruh perguruan tinggi. Sementara anggaran yang tersedia setiap tahun hanya mampu membiayai akreditasi sekitar 3.200 prodi,” katanya bersemangat. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab terlambatnya penuntasan akreditasi. Oleh karena itu Pemerintah memberi kewenangan kepada lembaga mandiri di luar BAN-PT untuk melakukan akreditasi program studi, sebagaimana tertuang dalam Pasal 86 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Tugas Berat Taskforce

untuk mengakselerasi pendirian LAM Agama, rapat memutuskan membentuk taskforce yang diketuai oleh Prof. Dr. Ibnu Hadjar, M.Ed dari IAIN Walisongo Semarang. Sementara itu, terpilih sebagai sekretaris adalah Dr. Munawar Khalil, M.Ag dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan dibantu tiga orang anggota, yaitu Dr. H. Dadan Muttaqien, SH, M.Hum. (Universitas Islam Indonesia), Dr. Achmad Syahid (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dan Ali Ridho,M.Si. (UIN Maulana Malik Ibrahim Malang).

Berdasarkan pengalaman dari beberapa lembaga yang saat ini tengah mengajukan pendirian LAM-PT, tugas taskforce cukup berat karena harus mempersiapkan sejumlah dokumen dan langkah-langkah teknis yang diperlukan bagi pendirian LAM. Tugas tersebut antara lain melakukan studi kelayakan (feasibility study), menyusun naskah akademik, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), sistem penjaminan mutu, rencana pembiayaan, instrumen akreditasi, struktur organisasi, rencana strategis, balanced scorecard, rancangan model kerja, rancangan proses kerja, dan panduan uji coba proses kerja. “LAM-PT Kesehatan sudah dirintis sejak 2009, tapi hingga sekarang masih menunggu pengesahan dari Menteri (Menteri Dikbud, red),” demikian Soedarmono Soejitno, Sekretaris LAM-PT Kesehatan, memberikan gambaran tidak mudahnya mendirikan sebuah LAM. Dokter lulusan London University, Inggris, ini selanjutnya menceritakan pengalamannya mengurus proses pendirian LAM-PT Kesehatan.

Menurutnya, salah satu penyebab terlambatnya pendirian LAM-PT Kesehatan adalah karena belum adanya aturan dari Mendikbud tentang lembaga akreditasi mandiri.Terkait dengan ini, Dr. Muchamad Syafruddin dari BAN-PT mengatakan bahwa dalam waktu dekat Permendikbud tentang LAM akan terbit sehingga pendirian LAM akan lebih jelas mekanismenya. "Sekarang draft Permendikbudnya sudah final," katanya menambahkan.

Perlu Langkah Konkrit

Kepala Subdit Kelembagaan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, Dr. Mastuki, dalam sambutannya pada saat menutup rapat menyampaikan perlunya dirumuskan segera langkah-langkah yang lebih konkrit untuk percepatan pendirian LAM Agama. “Direktorat Pendidikan Tinggi Islam siap memfasilitasi segala keperluan hingga terbentuknya LAM Agama,” katanya memberi penekanan. Mastuki melanjutkan, hal penting yang harus segera dilakukan PTAI untuk merealisasikan LAM adalah membentuk asosiasi-asosiasi keilmuan yang berbadan hukum, karena ini merupakan prasyarat penting bagi pendirian LAM. Lebih lanjut Mastuki mengharapkan adanya partisipasi aktif dari perguruan tinggi agama dalam mewujudkan terbentuknya LAM Agama yang mandiri, kredibel dan akuntabel.

Taskforce yang telah dibentuk diminta secepatnya dapat merumuskan time schedule sehingga langkah-langkah persiapan dapat dilakukan secara terukur dan sistematis. Bagaimanapun, pendirian LAM Agama harus dipandang sebagai sejarah penting bagi peningkatan mutu pendidikan tinggi agama, bukan malah sebaliknya. [m.sy/nana]

oleh admin-dev | Edisi Tanggal: 30-09-2013 Jam: 09:52:59 | dilihat: 4570 kali