SCMP Leiden: <br> Seminar di KITLV, Membaca PBM dengan Teori Turner




Leiden (Diktis, 25/11) - Sessi sore menjelang malam, peserta disuguh dengan Seminar di KITLV yang menghadirkan fellows Prof. Dr. Mujiburohman, MA, Wakil Rektor IAIN Antasari Banjarmasin. Di tengah-tengah kesibukannya sebagai pimpinan IAIN Antasari, Mujib mampu menyelesaikan papernya dan mempresentasikan di hadapan akademisi di Universitas Leiden. Mujib menyampaikan paper risetnya dengan judul “Tensions Around Regulating Places Of Worship In Indonesia” . Dosen yang juga alumni salah satu perguruan tinggi ternama di negeri kincir angin tersebut fokus mengkaji tentang kelahiran Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No. 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006—yang selanjutnya disebut dengan PBM—dengan kacamata teori Turner tentang Global Paradox.

Dengan kacamata itulah, bentuk paradoksal kebijakan Negara ditampilkan. Salah satu bentuk paradoksal adanya peraturan itu adalah peran pemerintah yang meregulasi urusan keagamaan, yang mana Indonesia bukan Negara agama dan juga bukan Negara sekular.

Tampilan diskusi proses penerbitan PBM tersebut banyak menarik minat audience untuk bertanya. Karel Steenbrik yang hadir di forum tersebut mempertanyakan tentang perkembangan hubungan antar umat beragama yang mengalami eskalasi, yang dalam amatannya, Indonesia kembali ke pada kondisi menurun hingga tahun 1990. Nico Kaptein juga menanyakan tentang bagaimana suasana penyusunan PBM tersebut, dan adapula pertanyaan yang mencoba membandingkan dengan kasus-kasus di Aceh.

Namun pada intinya, paradox pengaturan kehidupan beragama tersebut dimaksudkan untuk melindungi kelompok minoritas dalam menjalankan agamanya.

Menumbuhkan Tradisi Akademik

Apa yang menarik dari seminar Mujiburohman tersebut? Sudah barang tentu, kegiatan yang dihadiri oleh para ilmuan meski dengan jumlah yang terbatas membawa gengsi tersendiri bagi para ilmuan yang tampil di depan. Konfidensi dan masukan begitu bermakna bagi seorang presentator.

Forum tersebut, jika tanpa dihadiri peserta short course, hanya diikuti rata-rata 13-15 orang, dan rutin dilaksanakan secara berkala. Namun demikian, suasana forum begitu hidup dan iklim akademik begitu dinamis. Seminar bukanlah even yang harus dihadiri oleh ratusan orang, dan kalau tidak mencapai ratusan, seminar dibubarkan atau diklaim “tidak sukses”. Seminar juga bukan wahana untuk menghakimi tulisan orang, tapi untuk memberikan masukan pada ruang-ruang kosong dalam penelitian yang sedang dilakukan.

“Coba perhatikan, seorang Steenbrink, meluangkan untuk hadir di forum sekecil ini,” ujar Abdul Halim yang takjub dengan iklim akademik Universitas Leiden ini. Steenbrink adalah sudah purna tugas atau professor emeritus.***n15***

oleh admin-dev | Edisi Tanggal: 25-11-2015 Jam: 20:38:56 | dilihat: 798 kali