TADARUS BUDAYA : MEMBANGUN KARAKTER ISLAM DALAM REALITAS MULTIKULTURAL DAN MULTIRELIGIUS




Kendari (Diktis) - Memasuki hari ke 5 kegiatan Perkemahan Wirakarya XIII Perguruan Tinggi Keagamaan di Kendari Sulawesi Tenggara, diselenggarakan pulaTadarus Budaya bersama Prof. Dr. Amin Abdullah, MA dengan tema "Membangun karakter Islam dalam realitas multikultur dan multireligius".

Acara Tadarus Budaya yang bertepatan dengan hari kebangkitan nasional 20 Mei, dilaksanakan mulai pukul 9 pagi bertempat di Auditorium Kampus IAIN Kendari dihadiri oleh para pimpinan perguruan tinggi IAIN Kendari, wakil rektor, pimpinan kontingan dan pendamping masing-masing PTKIN, dan adik adik pramuka.

"Indonesia realitasnya multikultur bahasa, suku, agama dan multi-multi lain",  kata Dr. Muhammad Alifuddin selaku moderator pada tadarus budaya ini.

"Untuk itu perlu dikelola dengan manajemen yang benar kalau tidak dikelola maka akan ada potensi konflik. Dari keragaman inilah kita membawa kepada integrasi bangsa yang pada realitasnya multikultur dan multireligius", menurut moderator yang juga menjabat ketua LPPM IAIN Kendari. "Makanya perlunya kegiatan tadarus budaya ini dilaksanakan" tambahnya.

Sebagai pembicara utama pada tadarus budaya ini adalah Prof. Dr. H.M. Amin Abdullah, MA, mantan rektor UIN Yogyakarta 2 periode (2001-2010). Dengan kesibukan beliau masih menyempatkan utk menghadiri tadarus budaya di Kendari ini.

"Saya hidup dilingkungan pramuka. Dari SD hingga kuliah selalu mengikuti kegiatan Pramuka", kata profesor yang juga menjabat staf ahli menteri ini.

"Jadi saya bersyukur setelah 45 tahun akhirnya dipertemukan kembali di kegiatan pramuka ini sehingga mengingatkan kembali nostalgia saya ketika mengikuti pramuka dulu" ujarnya.

Menurutnya pada awal pembuka tadarus budaya,  "Indonesia sebagai negara yang berkepulauan atau archipelago, tanah air laut itu harus merupakan pemersatu bangsa bukan pemecah belah".

"Ingat nenek moyang bangsa kita adalah pelaut. Dimana pelaut itu siap menerima kehadiran org lain/pendatang. Dan karena kerjasama lebih diutamakan bukan permusuhan antara penduduk setempat dan pendatang" katanya dengan semangat.

"Tidak ada budaya konflik tapi yang ada budaya saling menerima. Hal begini yg perlu disampaikan ke khalayak. Inilah budaya-budaya kita", ucapnya.

Beda dengan cara berpikir kontinental kalau mereka membangun dinding/tembok pemisah.

"Tantangan kita dalam era global ini sangat luar biasa. Karena global tdk hanya ekonomi tapi juga agama. Perubahan dalam 100 tahun terakhir perlu ada penambahan pemahaman human dignity, greater inter-faith interaction, equal citizenship, dan kesataran gender" ujarnya.

Alhamdulillah ptkin/ptkis kita sudah memasukkan unsur2 itu. Tapi tidak dengan perguruan tinggi lainnya. Inilah tantangan kita kedepan untuk menyikapi ini.

Multikultural merupakan kondisi seseorang/keluarga yang dapat menerima penerimaan dan mengakui pengakuan tentang keberlainan dan keragaman.

Sedangkan Multikulturisme melampui toleransi atau keberlainan karena multi hadir di dalam diri yang tulus dan dalam tindakan terhadap pihak lain yg berlainan.

"Untuk itu bahwa nilai-nilai pramuka harus ditanamkan jiwa leadership sebagai community leaders. Kedua, kultural menerima perbedaan namun mempertimbangkan kebenarannya" tutupnya. (TSP)

oleh admin-dev | Edisi Tanggal: 20-05-2016 Jam: 18:29:39 | dilihat: 964 kali