BNPT: “Hati-hati radikalisme di kalangan Mahasiswa capai angka 20,3%”




Bandar Lampung - Hal ini terungkap pada acara Rakor Penanggulangan Radikalisme, Kamis (22/11) bertempat di Emersia Hotel & Resort Bandar Lampung. Dalam diskusi ini Mas’ud Halimi dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan bahwa pemahaman keagamaan masyarakat berada pada tingkat “waspada” (66,3%), sementara pengurus masjid dan guru sekolah madrasah merupakan kelompok yang memiliki tingkat “bahaya” (15,4%) dan tidak kalah mengkhawatirkan mahasiswa merupakan kalangan yang menjadi target sasaran ideologi radikal berada pada tingkat “hati-hati” (20,3%).

Masih menurut Mas’ud, salah satu target penyebaran dan perekrutan aksi radikalisme adalah kelompok muda, usia ‘pengantin’ rata-rata 18 – 31 tahun. Untuk itu pemerintah mengeluarkan Perpres nomer 46 tahun 2010 dan Perpres nomer 12 tahun 2012 yang menugaskan BNPT sebagai koordinator pelaksanaan penanggulangn terorisme.

Acara yang digagas oleh Subdit Sarana Prasarana dan Kemahasiswaan ini diselenggarakan selama 3 hari (21 – 23/ 11). Ibu Dra. Hj. Siti Sakdiyah, M.Pd selaku penanggungjawab kegiatan, mengatakan bahwa acara ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan Forum Rektor PTAIN dengan Presiden (23/7), dalam pertemuan ini presiden berharap PTAIN menjadi salah satu penangkal radikalisme. Lebih lanjut Sakdiyah menuturkan bahwa rakor penanggulangan radikalisme akan menghasilkan rekomendasi dan rencana aksi (action plan) yang akan dilakukan PTAIN secara massive guna mempersempit ruang gerak kelompok radikal.

Ikut hadir dalam acara ini AM Fatwa anggota DPR RI, Beliau ikut prihatin terhadap fenomena munculnya radikalisme di kalangan perguruan tinggi dewasa ini. Beliau menengarai ada 4 penyebab radikalime, yang pertama pemahaman agama yang sempit, kedua sosial, ketiga kultural dan terakhir politik. Masih menurut AM Fatwa, penyebaran radikalisme saat ini banyak memanfaatkan media on line, yang memuat ajakan berjihad melawan Barat dengan beragam cara. Pada kesempatan rakor ini AM Fatwa mengajukan beberapa solusi dalam menghadapi radikalisme, salah satunya dengan pendidikan. Seluruh institusi pendidikan –terutama pendidikan tinggi- agar memberikan pemahaman yang komprehensif terhadap peserta didik tentang ajaran Islam yang luhur, toleran dan tidak menyukai kekerasan.

Senada dengan 2 narasumber sebelumnya, Prof. Sudarnoto Abdul Hakim dari UIN syarif Hidayatullah Jakarta, melihat Jaringan Islam radikal memperoleh momentum untuk memperluas ajarannya karena riset-riset untuk pemetaan ideologis di kalangan mahasiswa belum banyak dilakukan sehingga pengetahuan tentang Islam Radikal di Kampus (khususnya di kampus PTAIN) masih sangat minim. Di sisi lain Sudarnoto juga menemukan adanya gerakan Islam Underground yang mengusung tema moralitas, keislaman, kemanusiaan, ideologi dan politik (kerinduan terhadap Khilafah Islam). Islam Underground ini mengajak berjihad dalam lagu-lagu mereka.

Sedikit berbeda dengan ketiga narasumber sebelumnya, DR. H.M. Afif Anshori, M.Ag Wakil Rektor III IAIN Raden Intan Lampung, beliau berpendapat deradikalisasi dapat dilakukan dengan pengembangan & pemberdayaan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Afif Anshori mengusulkan membuat sistem pendampingan mahasiswa dengan model “Kakak Asuh” yang bertujuan pertama menguatkan dan mengembangkan integritas ilmu-ilmu keislaman mahasiswa sesuai dengan pilihan minat studi mahasiswa yang produktif dan professional, kedua memetakan rekaman pengembangan potensi dasar dan mendistribusikan, minat, bakat, soft skill, hard skill, intelektualitas dan keterampilan tehnis sesuai dengan pilihan minat studi mahasiswa.

Di akhir rakor ini ada beberapa rekomendasi penting dari peserta salah satunya adalah agar membentuk Radical Study Corner di masing-masing PTAI sebagai upaya pemetaan arus/gerakan radikalisme di lingkungan PTAI.

-P2y-

oleh admin-dev | Edisi Tanggal: 25-11-2013 Jam: 10:23:55 | dilihat: 2418 kali