"Hamzah Fansuri Digunakan Nama PTKI"




Di sela-sela visitasi pendirian perguruan tinggi Islam baru di Subulussalam, kota pemekaran dari Kabupaten Aceh Singkil Kamis lalu (14/1), Kasubdit Kelembagaan Dr. Mastuki bersama Kasi Kelembagaan, Lelis Tsuroya berkesempatan ziarah ke makam (yang dipercaya masyarakat sebagai maqbarah) Hamzah al-Fansuri di kampong Oboh, Kecamatan Rundeng, Subulussalam. Kebetulan nama Sekolah Tinggi yang akan didirikan Yayasan As-Silmi ini memakai nama Hamzah Fansuri (HF).

Panitia pendirian STAI yang dipelopori Pemda Subulussalam menegaskan bahwa penggunaan nama Hamzah Fansuri ini karena beliau merupakan tokoh agama Aceh yang dikagumi. Merespon pernyataan itu Mastuki menegaskan bahwa penggunaan nama Hamzah Fansuri harus berkorelasi dan berkonsekuensi terhadap visi PTKI yang akan didirikan.

"Hamzah Fansuri adalah ulama sufi dan sastrawan par excellence yang hidup pada abad ke-16. Beliau sebagai penganut aliran wahdatul wujud atau wujudiyah dalam tasawuf. Beberapa tahun kemudian wujudiyah ini mendapat tantangan keras dari Qadhi Utama Kerajaan Aceh Nuruddin Ar-Raniri yang menuduhnya sesat, dan pengikutnya dikejar-kejar, buku-bukunya dibakar. Sebuah episode sejarah Islam Nusantara yang tragis, dan lama sembuhnya", papar Mastuki di hadapan para ulama, tokoh masyarakat dan Wakil Walikota Subulussalam.

Prof. A. Hasymi menyebut Hamzah Fansuri sebagai penyair Aceh, hidup dalam masa pemerintahan Sultan Alaidin Riayat Syah IV Saiyidil Mukammil (997-1011 H-1589-1604 M) sampai ke permulaan pemerintahan Sultan Iskandar Muda Darma Wangsa Mahkota Alam (1016-1045 H-1607-1636 M).

Di dunia sastra Melayu, HF dikenal sebagai pencipta genre syair religius, yang nanti dikenal dengan sastra profetik. A. Teeuw menyebutnya sebagai Sang Pemula Puisi Indonesia. Sebutan yang memang layak bagi HF terutama jika kita mengkaji syair-syair religiusnya yang indah dan berbobot sastra tinggi.

Syair-syair HF terkumpul dalam buku-buku yang terkenal, dalam kesusasteraan Melayu / Indonesia. Ada Syair burung pingai, Syair dagang, Syair pungguk, Syair sidang faqir, Syair ikan tongkol, Syair perahu. Semua syair ini mengandung ajaran moral dan spiritualitas yang tinggi yang dikemas dengan bahasa yang dimengerti masyarakat Melayu karena menggunakan tamsil-tamsil dari kehidupan setempat (local wisdom) seperti laut, ombak, perahu, ikan tongkol, burung pingai dll.

Selain itu, karangan Syeikh Hamzah Fansuri ditulis dalam bahasa Arab, yang menandakan karir intelektualnya yang panjang dan secara akademik berbobot ilmiah. Ini dia: Asfarul ‘arifin fi bayaani ‘ilmis suluki wa tauhid; Syarbul ‘asyiqiin; Al-Muhtadi; dan Ruba’i Hamzah al-Fansuri.

Masih panjang jika mendiskusikan tokoh sufi besar Nusantara ini. Tapi penggunaan nama ulama ini untuk STAI diharapkan menginspirasi pengelolanya untuk membesarkan lembaganya. [dimas]

oleh admin-dev | Edisi Tanggal: 03-02-2016 Jam: 08:32:27 | dilihat: 7933 kali