Dari 212 ke 712, Meneguhkan Komitmen Jihad Meneliti




Bandung (Diktis, 7/12) – Direktur Pendidikan Tinggi mengundang para peneliti se-Indonesia untuk mempertanggungjawabkan proses penelitian yang sudah dilaksanakan sejak bulan September yang lalu. Presentasi pertama dilaksanakan di Solo dengan kehadiran peneliti sebanyak 60 orang pada tanggal 2 Desember 2016 (212). Presentasi kedua diselenggarakan di Surabaya pada tanggal 5 Desember 2016 (512) dengan kehadiran para peneliti mencapai jumlah 210 dosen. Dan presentasi terakhir dilaksanakan di Bandung pada tanggal 7 Desember 2016 (712) dengan kehadiran dosen sebanyak 47 orang.

Presentasi ini dalam rangka mempersiapkan visi Kementerian Agama yang mengharapkan perguruan tinggi agar menjadi Universitas Riset yang akan dipertimbangkan dalam percaturan akademik dunia.

Pertemuan ini didesain dalam bentuk seminar progress report pelaksanaan penelitian agar hasil penelitian lebih bermutu dan dapat dipublikasikan dalam jurnal-jurnal yang bereputasi. Selain itu, tim reviewer juga meneguhkan pentingnya meneliti bagi dosen-dosen pada PTKI.

“Meneliti adalah Jihad.” Begitulah yang ditegaskan oleh Mamat S Burhanuddin, Kepala Subdit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Mengapa disebut Jihad? Para peneliti keagamaan dengan target dipublikasikan di jurnal-jurnal bereputasi dan online pada hakikatnya adalah menyiarkan Islam yang ada pada PTKI. Statemen tersebut kemudian dijelaskan lebih operasional oleh Anis Masykhur. “Menyiarkan Islam adalah dakwah, dan setiap mendakwahkan kebaikan dan Islam tidak dipungkiri bahwa itu adalah jihad,” jelas Anis menegaskan. Melakukan penelitian pada hakikatnya adalah untuk peradaban. Jejak sejarah akan dapat diakses jika para pelaku sejarah sering menulis dan melakukan penelitian.

Beban Berat Integrasi Keilmuan

Integrasi keilmuan adalah mandat utama dalam transformasi kelembagaan dari IAIN ke Universitas Islam. Ini tentunya menjadi tantangan berat bagi para dosen pada fakultas-fakultas bidang umum. Selama ini, semangat mengintegrasikan ilmu-ilmu umum dan keislaman masih terbatas pada ranah aksiologis, sedangkan para ranah epistemology belum tersentuh. Untuk itu, pemberian ruang riset untuk dosen sains dan teknologi setidaknya dapat memperjelas arah integrasi keilmuan tersebut. “Tema-tema penelitian yang diusung oleh dosen yang berasal dari rumpun ilmu sains dan teknologi mulai mendapatkan titik terang,” kata Mamat S Burhanuddin dengan semangat. “Kami berharap, penelitian tersebut menambahkan aspek epistemology keislaman. Caranya, tim peneliti harus berdiskusi dengan kawan-kawan yang ada di prodi keislaman,” tuturnya menjelaskan lebih lanjut. Selama ini para peneliti di bidang sains ini tergolong monodisiplin, sehingga sangat kelihatan bahwa penelitian tersebut belum menunjukkan posisi integrasinya. Diskusi integrasi keilmuan ini mengemuka merespon presentasi para dosen UIN Sunan Gunung Djati pada Rabu (7/12) kemarin yang sebagian besar tema penelitiannya adalah bidang biologi, kimia dan kesehatan.

Tampaknya, untuk mendapatkan kekokohan integrasi keilmuan ini masih membutuhkan waktu yang cukup panjang. (n15)

oleh admin-dev | Edisi Tanggal: 09-12-2016 Jam: 14:24:56 | dilihat: 1546 kali